Jakarta, CNN Indonesia

PT Pertamina (Persero) menyatakan terus memantau perkembangan geopolitik yang berdampak pada perekonomian dunia dan rantai pasok energi global.

Direktur Utama PT Pertamina, Nicke Widyawati mengatakan bahwa fluktuasi minyak dunia diprediksi jadi makin dinamis, menyusul peningkatan ketegangan situasi di Timur Tengah.

“Kita akan terus meningkatkan upaya mitigasi risiko untuk mengurangi potensi dampak dari dinamika situasi ekonomi dan geopolitik, termasuk pengendalian biaya, pemilihan komposisi crude yang optimal, pengelolaan inventory yang efektif, peningkatan produksi high-yield products dan efisiensi di semua lini operasional,” ujar Nicke dalam rilis resmi, Jumat (19/4).


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Langkah itu sejalan dengan imbauan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir agar BUMN menyiapkan mitigasi atas dampak gejolak ekonomi dan geopolitik dunia. Menurut Erick, The Fed tak bakal menurunkan suku bunga acuan atau Fed Fund Rate dalam waktu dekat, karena inflasi Amerika Serikat sebesar 3,5 persen.

“Situasi geopolitik juga semakin bergejolak dengan memanasnya konflik Israel dan Iran beberapa hari yang lalu,” ujarnya di Jakarta, Rabu (17/4).

Kondisi yang tegang itu disebut memicu penguatan dolar AS terhadap rupiah, berpengaruh terhadap kenaikan harga minyak WTI dan Brent yang masing-masing telah menembus US$85,7 dan US$90,5 per barel.

“Harga minyak ini bahkan diprediksi beberapa ekonom bisa mencapai US$100 per barel apabila konflik meluas dan melibatkan Amerika Serikat,” katanya.

Adapun kedua hal tersebut saat ini dinyatakan sebagai penyebab rupiah melemah jadi Rp16.000 sampai Rp16.300 per dolar AS. Jika tensi geopolitik tak menurun, Erick mengatakan bahwa nilai tukar bisa mencapai lebih dari Rp16.500.

Dirinya menilai, Indonesia terdampak melalui Foreign Outflow dana investasi yang akan memicu pelemahan rupiah dan kenaikan imbal hasil obligasi. Selain itu, biaya impor bahan baku dan pangan akan semakin mahal, karena rantai pasok yang terganggu.

Khawatir kondisi itu menggerus neraca perdagangan Indonesia, Erick mendorong agar BUMN mengambil langkah guna meminimalisasi dampak global, antara lain melalui peninjauan ulang terkait biaya operasional belanja modal, utang yang akan jatuh tempo, rencana aksi korporasi, serta melakukan uji stres pada kondisi BUMN dalam situasi terkini.

Secara khusus, Erick meminta BUMN perbankan menjaga porsi kredit yang terdampak oleh volatilitas rupiah, suku bunga, dan harga minyak agar tetap proposional.

Sementara, BUMN yang diprediksi terdampak pada bahan baku impor dan BUMN dengan porsi utang luar negeri dalam dolar AS yang besar seperti Pertamina, PLN, BUMN Farmasi, serta MIND ID diimbau untuk mengoptimalkan pembelian dolar AS dalam jumlah besar dalam waktu singkat.

“Serta melakukan kajian sensitivitas terhadap pembayaran pokok dan atau bunga utang dalam dolar yang akan jatuh tempo dalam waktu dekat,” kata Erick.

Di sisi lain, BUMN yang berorientasi pada pasar ekspor seperti MIND ID melalui pertambangan, serta PTPN melalui perkebunan bisa memanfaatkan tren kenaikan harga yang terjadi untuk mengamankan neraca perdagangan.

Erick meminta BUMN yang memiliki utang luar negeri atau berencana menerbitkan instrumen dalam dolar AS agar mengkaji opsi hedging dalam upaya meminimalisasi dampak fluktuasi kurs.

“Seluruh BUMN diharapkan dapat waspada dan awas dengan memantau situasi saat ini, mengingat kemungkinan terjadi kenaikan tingkat suku bunga dalam waktu dekat,” kata Erick.

(rea/rir)


[Gambas:Video CNN]





Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *